JURNAL AKUNTANSI INTERNATIONAL
Kerangka Kerja
Kerangka
kerja gunan Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan menyampaikan
prinsip-prinsip dasar IFRS.Kerangka kerja IASB dan FASB sedang dalam proses
pembaharuan dan perangkuman. Proyek Kerangka Konseptual Gabungan (The Joint
Conceptual Framework project)bertujuan untuk memperbaharui dan merapikan
konsep-konsep yang telah ada guna menggambarkan perubahan di pasar, praktek
bisnis dan lingkungan ekonomi yang telah timbul dalam dua dekade atau lebih sejak
konsep pertama kali dibentuk.Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan dasar
guna standar akuntansi di masa mendatang yang berbasis prinsip, konsisten
secara internal dan diterima secara internasional.Karena hal tersebut, (dewan)
IASB dan FASB Amerika Serikat melaksanakan proyek secara bersama.
Objektif Laporan Keuangan
Sebuah
laporan keuangan harus menggambarkan pandangan benar dan adil atas usaha sebuah
organisasi. Oleh karena laporan-laporan ini digunakan oleh berbagai pihak,
laporan tersebut harus menggambarkan pandangan sebenarnya akan keadaan keuangan
sebuah organisasi.
Jasa
akuntansi yang diatur dalam standar ini antara lain:
· Kompilasi laporan keuangan – penyajian
informasi-informasi yang merupakan pernyataan manajemen (pemilik) dalam bentuk
laporan keuangan
· Review atas laporan keuangan -
pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar
memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas, bahwa tidak terdapat
modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan
tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
· Laporan keuangan komparatif –
penyajian informasi dalam bentuk laporan keuangan dua periode atau lebih yang
disajikan dalam bentuk berkolom
Hasil
Analisis Kami tentang Akuntansi Komparatif dari jurnal yang berjudul: “ANALISIS
KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR
SYARIAH. Umar Hamdan - Dosen Fakultas Ekonomi & Program Studi MM Unsri.
Andi Wijaya - Alumni Program Studi MM Unsri tahun 2005”.
1. Tujuan
Tujuan
dari jurnal ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat resiko bisnis
BPR Konvensional dan BPR Syariah.
2. Teori
Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentangPerbankan Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 1 menyebutkan batasan Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkanny
akepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut
Undang-undang tersebut dan dipertegas lagi dengan Undang-undang RI nomor 10
tahun 1998, ada dua jenis bank yaitu : Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) Tugas pokok BPR adalah mengembangkan perekonomian rakyat didaerah,
terutama pedesaan, bagi golongan ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan,
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Ø Bank
Konvensional
Produk
penghimpunan dana antara lain adalah giro, tabungan dan deposito.
Penyaluran dana dapat berbentuk kredit
konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja. Sedangkan produk jasa
berbankan konvensional, misalnya jasa konsultansi, pengurusan transaksi ekspor
dan impor, valuta asing, dan lainnya.
Ø Bank
Syariah
Penghimpunan
dana pada bank syariah menerapkan prinsip Wadi’ah dan Mudhararabah. Prinsip
Al-Wad’ah yaitu serbagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si
penitip. Prinsip Mudharrabah penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik
modal (syahibul mall), bank sebagai mudharrib (pengelola dana).
Ø Perbedaan
Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah
Perbedaan kedua system dapat dilihat
dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana.Dari sisi penghimpunan dana kedua
sistem perbankan ini bertujuan untuk memobilisasi danamasyarakat. Namun dalam
system syariah dimaksudkan untuk memobilisasi danamasyarakat yang belum
tersentuh oleh perbankan konvensional, karena adanya masalahbunga. Dalam pembiayaan
atau penyaluran dana, sistem perbankan konvensionalmenekankan pada hubungan
antara debitur dan kreditur, sedangkan sistem syariah lebihmenekankan pada
prinsip keleluasaan dalam akad kredit dan kemitraan. Selain itu juga
adaperbedaan yang menyangkut aspek hukum, struktur organisasi, usaha yang
dibiayai, dan lingkungan kerja.
Ø Persamaan
Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah
Persamaaan kedua sistem perbankan
tersebut terletak pada teknis penerimaanuang,mekanisme transfer, teknologi
komputer, syarat-syarat umum untuk memperoleh kredit,misalnya KTP, NPWP,
proposal, laporan keuangan dan lainnya.
Ø Produk/
Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Secara umum ada tiga bagian besar produk
yang ditawarkan Bank konvensional danBank Syariah:
1)
Produk Penghimpunan Dana (funding)
2)
Produk Penyaluran Dana (financing); dan
3)
Produk Jasa (services)
3. Isi Jurnal
Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), menurut UU RI nomor 10 tahun 1998, adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Tugas
pokok BPR adalah mengembangkan perekonomian rakyat di daerah, terutama
pedesaan, bagi golongan ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan, dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam melaksanakan fungsinya, BPR melakukan
kegiatan-kegiatan:
a.
Menghimpun dana jangka pendek, menengah,
dalam bentuk Tabungan dan Deposito.
b.
Pembinaan dan pembiayaan dunia usaha,
khususnya membantu pengembangan usahagolongan ekonomi lemah.
c.
Memobilisasikan dana masyarakat sebagai
sumber pembangunan di daerah
d.
Memberikan pembiayaan jangka pendek,
menengah dan panjang kepada perusahaanperusahaanperorangan untuk keperluan
pembangunan, produksi, rehabilitasi, danmodernisasi.
e.
Penyertaan dalam modal yang tidak
bersifat tetap, dengan persetujuan dan syarat-syaratyang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
f.
Melakukan kerja sama sesama bank dan
Lembaga Keuangan.
g.
Menjalankan usaha-usaha perbankan
lainnya, sepanjang tidak bertentangan denganperaturan dan Undang-Undang yang
berlaku. Untuk BPR Syariah ditambah Syariah Islam.
Ø Likuiditas
Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR
Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR Konvensional “S”. Rasio aktiva
terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yang cukup memadai, jauh di
atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan 2003
kurang dari 100 persen. Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan
dengan dana yang dihimpun (loan to deposit ratio) tahun 2002 dan 2003 cukup
baik, karena mendekati standar rasio ideal antara 85% s.d 110% yang ditetapkan
BI. Nonperforming Loan (kredit bermasalah) pada BPR Syariah “F” relatif lebih
rendah dibanding dengan NPL BPR Konvensional “S”. Pada BPR Syariah “F” hanya
sekitar 2 persen, sedangkan BPR Konvensional rata-rata sekitar 4 persen
pertahun.
Ø Solvabilitas
Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR
menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada BPR Konvensional “S”
tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%. Dari angka tersebut
ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan dengan
rasio solvabilitas BPR Konvensional “S.
Ø Rentabiltas
Semua rasio rentabilitas kedua BPR
adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana
pada BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan pada BPR Syariah “F”
sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua BPR mampu
memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relative lebih rendah
dibanding dengan BPR Konvensional “S”. Hal ini memberikan indikasi bahwa BPR
Konvensional “S” relatif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.
Ø Tingkat
Resiko Keuangan
Perbandingan tingkat resiko
keuangan/bisnis menggunakan hasil analisis diskriminan (Z-score) menunjukkan
kedua BPR berada pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F” relatif
lebih tinggi dibanding BPR Konvensional “S”. Rendahnya Z- score (di bawah 2,99)
mengindikasikan bahwa kedua bank berada pada posisi bisnis beresiko tinggi dan
bila tidak dilakukan pengelolaan bisnis secara baik dapat menyebabkan
kepailitan dalam jangka panjang.
4. Kesimpulan
1. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR
Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR Konvensional “S”.
2. Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR
menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada BPR Konvensional “S”
tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%. Dari angka
tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik
dibandingkan dengan rasio solvabilitas BPR Konvensional “S.
3. Semua rasio rentabilitas kedua BPR
adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana
pada BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan pada BPR Syariah “F”
sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua BPR mampu
memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relatif lebih rendah
dibanding dengan BPR Konvensional “S”.
4. Perbandingan tingkat resiko keuangan
berdasarkan hasil analisis diskriminan (Z-score) menunjukkan kedua BPR berada
pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F” relatif lebih tinggi
dibanding BPR Konvensional “S”, yang berarti resiko BPR “F” relative lebih
rendah dibanding BPR Konvensional “S”.
SUMBER : http://niedanied.blogspot.com/2012/04/akuntansi-komparatif.html